Selamat Datang Badan Siber
Sebuah momentum penting yang ditunggu-tunggu oleh banyak penggiat keamanan informasi dan komputer akhirnya datang juga. Momentum tersebut adalah dibentuknya sebuah badan di tingkat pusat yang secara komprehensif menangani berbagai permasalahan terkait dengan ruang siber. Dalam hal ini Presiden Joko Widodo melalui Perpres No 53/2017 membentuk sebuah lembaga baru pemerintah non Kementerian yang diberinama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Berdasarkan Perpres tersebut maka BSSN ini nantinya akan bertugas sebagai lembaga yang melaksanakan keamanan siber secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan, mengembangkan, dan mengonsolidasikan semua unsur yang terkait dengan keamanan siber.
Sejak awal pemerintahan Presiden Jokowi, issue tentang pembentukan sebuah badan nasional yang menangani berbagai permasalahan pada ruang siber mulai banyak disuarakan oleh berbagai pihak. Pada awal tahun 2015 Presiden Jokowi sendiri memunculkan wacana tentang pentingnya sebuah badan yang akan memperkuat ketahanan ruang siber negara kita serta berfungsi untuk menangkal berbagai serangan siber yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini tidak lepas dari semakin masif dan variatifnya serangan siber yang dihadapi oleh Indonesia, baik yang bersumber dari luar negeri ataupun dalam negeri. Sebagai contoh data yang direkam oleh IDSIRTII menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan untuk jumlah serangan siber ke Indonesia, tercatat angka serangan sebanyak 28.430.843 pada tahun 2015 dan meningkat menjadi 135.672.984 untuk tahun 2016.
Sebenarnya, tren terhadap meningkatnya serangan siber, sudah banyak diantisipasi oleh negara-negara tetangga kita. Malaysia dan Singapura sebelum tahun 2010 sudah mengantisipasinya melalui pembentukan badan sejenis, bahkan Amerika Serikat dimasa awal pemerintahan Presiden Barack Obama sudah lebih dulu telah membentuk sejenis badan siber yang memiliki akses langsung kepada Presiden sebagai kepala negara. Sehingga sebenarnya dalam hal terbentuknya badan siber ini, Indonesia sebenarnya cukup jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tersebut.
Menurut data yang yang dikeluarkan oleh http://www.internetworldstats.com, pada Maret 2017 yang lalu, Indonesia termasuk negara dengan prosentase tertinggi dalam hal pertumbuhan jumlah pengguna internetnya, yaitu sebanyak 51% dengan penduduk yang aktif menggunakan internet mencapai angka 50% dari jumlah populasi penduduk Indonesia saat ini. Hal ini bisa menjadi peluang maupun tantangan. Dalam hal peluang, maka kebijakan Presiden Jokowi untuk menjadikan ekonomi digital sebagai fondasi bagi perekonomian Indonesia kedepannya adalah sebuah langkah strategis dalam memanfaatkan potensi ruang siber untuk meningkatkan potensi ekonomi masyarakat melalui fasilitas e-commerce. Pada sisi lain, tantangannya adalah semakin banyaknya transaksi yang memerlukan data-data digital yang sangat sensitif dan konfidensial ternyata menjadi celah baru bagi terjadinya tindakan criminal di ruang siber. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka hadirnya Badan Siber dan Sandi Negara ini kelak akan difungsikan sebagai badan yang akan melakukan pemantauan dan evaluasi kebijakan teknis serta pengendalian dan proteksi yang dipelukan untuk mendukung keamanan dan kenyamanan aktivitas e-commerce di Indonesia.
Kebutuhan akan badan siber nasional ini sangat terasa sekali diperlukan ketika terjadinya kasus bahkan krisis yang terjadi di ruang siber. Salah satu contoh kasus terakhir adalah bagaimana ancaman Ransomware WannaCry yang sempat menghebohkan dan membuat kepanikan di kalangan masyarakat. Saat terjadi kasus seperti WannaCry, maka tidak terlihat adanya sebuah pusat kontak nasional, sentra informasi ataupun manajemen krisis untuk mengatasi masalah ini. Memang sejumlah instansi telah berusaha untuk memberikan layanan seperti itu namun terkesan bersifat adhoc. Berdasarkan Kepres 53/2017 tersebut, maka salah satu fungsi dari BSSN ini kelak akan menjadi pusat manajemen krisis siber, pusat kontak siber, sentra informasi, dukungan mitigasi, pemulihan penanggulangan kerentanan, insiden dan/atau serangan siber. Dengan demikian, serangan sejenis Wannacry kedepannya akan ditangani dengan lebih terkoordinasi lagi.
Sebuah badan yang sifatnya lintas sektoral dan multidimensi sangatlah diperlukan untuk menangani berbagai permasalahan di ruang siber. Sama halnya dengan permasalahan bencana alam yang ditangani oleh Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB) ataupun permasalahan narkotika yang ditangani oleh Badan Nasional Narkotika (BNN) ataupun terorisme yang ditangani oleh BNPT (Badan Nasional Penangulangan Terorisme). Maka badan sejenis yang sifatnya lintas sektoral sangatlah diperlukan untuk mengatasi berbagai permasalahan di ruang siber. Dalam hal ini kehadiran Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), diharapkan memenuhi kebutuhan tersebut.
Berdasarkan Perpres 53/2017 tersebut maka BSSN akan diinisiasi melalui peleburan 3 lembaga yaitu: Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), Direktorat Keamanan Informasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID SIRTII). Peleburan tersebut tidak lepas dari peran yang ingin dijalankan oleh BSSN sebagai lembaga yang menjalankan fungsi ketahanan dan pertahanan pasif maupun aktif yang bekerja secara menyeluruh dan nasional.
Hal-hal terkait dengan penanganan ruang siber sebenarnya selama ini sudah dilalukan pula oleh pemerintah melalui sejumlah instansi terkait. Namun dalam prakteknya sering terjadi tumpang tindih tupoksi antar instansi tersebut serta terkesan kegiatannya dilakukan secara parsial. Padahal ruang siber hakekatnya adalah ruang bersama, maka pertahanan dan keamanan pada ruang ini harus dibangun dan dilandasi dengan kesadaran bersama dari semua pihak. Semua pihak punya peran dan andil dalam mewujudkan hal tersebut. Disinilah peran BSSN diharapkan sebagai lembaga yang melakukan konektivitas semua potensi tersebut sehingga dapat berada dalam satu payung koordinasi.
Kini publik tentunya menunggu wujud nyata dari kiprah BSSN ini. Sesuai dengan Perpres 53/2017 tersebut maka penyusunan organisasi dan tata kerja BSSN ini harus sudah terbentuk paling lama 4 (empat bulan) setelah Peraturan Presiden diundangkan. Dalam empat bulan kedepan, tentunya semua pihak yang terlibat akan bekerja keras untuk mewujudkan lembaga baru ini. Sebagaimana kepentingan awal BSSN ini juga diinisiasi dan didorong oleh berbagai elemen masyarakat seperti komunitas penggiat keamanan komputer, akademisi, praktisi maupun birokrat pemerintahan itu sendiri, maka tentunya merekapun akan dengan senang hati dan mendukung sepenuhnya segala upaya yang diperlukan untuk mewujudkan lembaga baru tersebut.
BSSN juga diharapkan sebagai langkah awal mewujudkan kemandirian bangsa dalam hal teknologi pertahanan dan keamanan pada ruang siber. Kemandirian bangsa pada ruang siber juga harus didukung oleh penggunaan teknologi keamanan hasil karya anak bangsa sendiri. Untuk mendukung hal itu, maka sejak dari awal semua kebijakan terkait dengan teknis dan implementasi pertahanan dan keamanan serta persandian harus diorientasikan untuk mendukung kemandirian bangsa. BSSN tentunya harus dapat memberdayakan semua potensi SDM yang ada dan kompeten untuk mendukung terwujudnya kemandirian bangsa dalam hal ketahanan dan pertahanan ruang siber.
Selamat Datang Badan Siber dan Sandi Negara, simbol perwujudan komitmen dan peran bersama antara negara dan masyarakat dalam upaya menguatkan ketahanan dan pertahanan ruang siber bagi kejayaan bangsa dan negara Indonesia pada era digital ini.
Yudi Prayudi
Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID)
Universitas Islam Indonesia
Publikasi Media :