Perkembangan Kasus Chat WA Fulan dan Fulanah

Sejalan dengan perkembangan pengungkapan kasus konten pornografi yang termuat dalam chat WA antara Fulan dan Fulanah, maka dalam sepekan terakhir ini berkembang banyak pendapat pro dan kontra terhadap keaslian dari chat tersebut.

Terungkap kepada publik beberapa fakta baru yang mendasari pendapat pro dan kontra tersebut. Salah satunya tentang posisi HP milik Fulanah yang ternyata sudah disita untuk kepentingan penyidikan kasus yang lain pada sekitar bulan Desember 2016. Sementara kasus chat yang memuat konten pornografi muncul pada Januari 2017. Berdasarkan fakta ini, maka sebagian pengamat langsung menjatuhkan kesimpulan bahwa pelaku penyebaran pastilah bagian dari aparat yang memiliki akses terhadap BB Hp Fulanah. Sehingga dengan asumsi ini maka fokus masalah bergeser dari konten pornografi dengan objeknya adalah Fulan dan Fulanah menjadi pengungkapan siapa yang menjadi pelaku penyebarannya.

Dari aspek hukum, pelaku penyebaran konten pornografi tentunya akan terjerat sejumlah pasal pada UU ITE No 11/2008 maupun perubahannya pada UU No 19/2016. Sementara pelaku pornografinyanya dapat saja terjerat pada salah satu pasal dari UU Pornografi No 44/2008. Yang jelas situs sebagai sumber penyebaran dari konten pornografi melalui chat WA telah diiblok oleh Kominfo. Dalam hal ini, ketika ada laporan dari masyarakat, aparat penegak hukum memiliki sejumlah kriteria untuk menindak lanjutinya melalui penyelidikan maupun penyidikan hingga menetapkan siapa yang menjadi tersangka. Termasuk didalamnya adalah sudut pandang penegakan hukum yang diambil dan penerapan pasal yang dilanggar sepenuhnya adalah menjadi wewenang dari penyidik. Dokumen2 hasil penyidikan nantinya juga akan dipelajari oleh pihak kejaksaan sebelumnya akhirnya dinyatakan sebagai P21 yang maknanya siap untuk diajukan ke persidangan. Pelaku penyebaran maupun pelaku konten pornografi sama-sama punya peluang ditetapkan sebagai tersangka tergantung dari hasil kerja penyidik dalam mendapatkan kelengkapan alat bukti yang syah untuk kepentingan penetapan status tersangka tersebut. Jadi sebaiknya untuk masalah ini kita serahkan saja kepada apat penegak hukum. Kalaupun ternyata pihak tertentu tidak bisa menerima penetapan status dirinya sebagai tersangka baik karena proses maupun alat buktinya, maka yang bersangkutan bisa mengggunakan jalur pra peradilan untuk mengujinya.

Terlepas dari aspek hukumnya, bagaimana dengan aspek teknis pembuktian chat dan foto yang menjadi konten pornografinya. Dari berbagai pendapat pro dan kontra tentang chat dan foto pornografinya, ternyata semuanya bersumberkan dari video yang telah tersebar pada Januari 2017 lalu. Apapun alasan teknis untuk mendukung pro dan kontra tersebut, tanpa melakukan analisa langsung terhadap barang bukti handphone salah satu atau keduanya milik Fulan ataupun Fulanah, maka analisa tersebut tidaklah dapat diterima. Salah satu prosedur dalam analisa forensik digital adalah harus pada barang bukti yang sifatnya adalah authentic tau asli dan bukan replikasi. Dalam konteks ini, barang bukti asli hanya dimiliki oleh penyidik. Bila pihak-pihak tertentu ingin juga menyampaikan pendapatnya tentang analisa kasus chat ini maka mau tidak mau harus menggunakan barang bukti yang sama pula. Prosedur hukum memungkinkan untuk melakukan peminjaman barang bukti untuk kepentingan yang dapat diterima secara hukum. Melalui barang bukti yang sama maka nantinya dapat dilakukan proses pembuktian secara apple to apple terhadap kasus chat WA ini.

Analisa juga harus bersifat complete, analisa forensik digital sifatnya menyampaikan semua  fakta-fakta yang didapat secara lengkap dari berbagai sudut pandang proses penyelidikan dan penyidikan. Fakta selain dapat digunakan untuk menguatkan juga dapat digunakan untuk membantah. Fakta mana yang akan digunakan adalah menjadi wewenang penyidik. Sehingga dapat dipastikan bahwa ketika telah dilakukan proses penetapan tersangka, maka fakta yang didapat bukan hanya sebatas pada data chat dan foto saja namun juga memuat data-data lainnya. Dalam hal ini fakta yang diungkap harus memenuhi kaidah  5W dan 1 H.

Karena itu, cara terbaik untuk adu argumentasi apakah chat tersebut asli ataukah palsu, demikian juga apakah foto tersebut benar adanya ataukah hanya rekayasa foto, hanyalah di ruang persidangan. Belum lagi tentang debat benar tidaknya tersangka memenuhi pasal yang dituntutkan kepadanya adakah jalan pantano tersendiri yang harus diuji dalam persidangan. Bedanya, kalau aspek hukumnya barangkali masih dibenarkan berdebat panjang diluar persidangan karena penafsiran pasal-pasal yang digunakan bisa multi tafsir sehingga bisa berbeda pendapat antara satu dengan yang lainnya. Namun tidaklah demikian dengan aspek teknis pembuktian, debat panjang di luar persidangan tanpa merujuk kepada barang bukti yang dimaksud adalah hal yang sia-sia belaka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.